![]() |
Dok/ AMAN Malut |
Suatu realitas yang tak dapat dibantah dan
dipungkiri bahwa segala sesuatu yang ada dikehidupan ini, terbentuk dalam suatu
sistem yang saling berkaitan satu sama yang lain. Maka dengan demikian
kelangsungan hidup masing-masing subsistem banyak bergantung pada
subsistem yang lain. Manusia pun demikian (Erwati Aziz, 2013). Artinnya
bahwa dalam kehidupan kita (manusia) membutuhkan sesuatu diluar dirinya untuk
memenuhi kebutuhanya sehari-hari.
Hubungan manusia dengan alam atau lingkungan hidup
yang apabila mengalami pencemaran dan kerusakan maka secara otomatis segala
sesuatu yang ada di alam ini pun akan terancam dan terganggu, tak
terkecuali manusia. sebab relasi manusia dengan Alam adalah suatu
kesatuan sistem yang utuh yang tidak bisa di pisahkan Antara satu sama yang
lain (mikrokosmos-makrokosmos). yang Sampai kapanpun menjadi satu
kesatuan dalam sejarah peradaban umat manusia dari awal sampai akhir
penghidupan di muka bumi ini.
Hubungan Manusia
dengan Alam
Relasi manusia dengan alam bukan hanya sebatas untuk
memenuhi kebutuhannya, sehigga alam ini di pahami pada tataran yang sempit,
yaitu memandang alam sebagai suatu alat atau objek comoditi yang bisa di
uangkan dan di ambil keuntungan saja, yang terjadi kemudian ekspolitasi
besar-besaran sumber daya alam (SDA), alam sengaja dijarah dan
di bongkar untuk diambil apa yang terkandung didalamnya tanpa
memperhatikan etika dan wawasan lingkungan hidup, bunyi buldoser dan eksafator
yang menguras dan menggeruk tanah diatas ladang-ladang yang hampir terjadi di
seluruh penjuruh tanah air setiap tahunya.
Seperti yang terjadi di sebuah desa di
Indonesia bagian timur tepatnya “desa lelilef” kabupaten halmahera tengah, yang
dibongkar dan eksploitasi oleh perusahan tambang (weda bay nikel yang
pemilikan sahamnya adalah Eramed Prancis dan Mitsubishi Jepang), untuk
memenuhi kerakusan para elit-elit lokal, sehingga masyarakat sekitar
menjadi korban, dimana pemerintah dengan sengaja mengeluarkan izin kepada
investor untuk merebut tanah adat, yang awalnya merupakan tempat
produksi, ruang interaksi dan tempat ritual atau singkatnya ruang
hidup mereka, dimana diatas lahan itu terdapat berbagai komoditas yang melimpah
yaitu : kopra, pala dan komoditas lainnya.
Komoditas pala dan kopra ini, biasa di panenen
setiap 3 sampai 6 bulan sekali. Demi memenuhi kelangsungkan
hidup mereka sehari-hari. menurut warga lelilef (Aman
Malut) bukan hanya sekedar bahan produksi saja tapi sudah menjadi warisan
para leluhur yang telah mendarah daging, dan tak bisa ditawar atau di
ganti denga produk apapun apalagi tambang dan kelapa sawit.
kini semua itu tinggal kenangan dan cerita
pengantar tidur saja, dimana pemerintah saat ini telah mengkonversi hutan
adat menjadi lahan pertambangan yang kita tau bersama akan menimbulkan dampak
yang sangat buruk, terhadap kondisi sosial, budaya dan lingkungan,
ditambah lagi akan di bangunnya simelter di diatas hutan adat yang
notabenenya adalah kebun rakyat. Jadi rakyat akan kehilangan lahan produksinya
dengan begitu ketika rakyat lelilef kehilangan ruang produksi maka secara
otomatis ruang hidupnya akan terancam hilang bahkan mati di
telan dan digilas oleh semangat kapitalismenya ABA ACIM –
SOKSI ini. dengan jargonnya yaitu : pengelolan sumber daya alam ini
untuk kemakmuran rakyat dan demi mengenjot anggaran pendapatan daerah
tapi nyatanya dalam pengelolaanya justru di sulap dalam skema materealistik,
dengan mengumpulkan keuntungan hanya untuk bupati, dan konco-konconya. Dari
tataran inilah menimbulkan benih pemanfaatan sumber daya alam yang tidak adil.
bentuk ketidakdilan dan pengolahan yang terjadi
seperti ini memberikan indikasi pada kita bahwa di daerah kabupaten Halmahera
tengah yang kita cintai ini, telah terjadi bentuk penjajahan gaya
baru yang dilakukan oleh pemerintahan kita sendiri. Hal ini di
perparah dengan sebagian oknum Aggota dewan yang hanya disibukkan dengan
lobi-lobi proyek dan kepentingan partainya saja sehingga jarang
sekali kebijkan pemerintah yang disikapi dengan serius atau ditentang atau di
tolak malahan kalaupun di tolak itu hanya sesaat ketika masuk di media
koran, majalah atau media eloktronik setelah itu di sepakati. Atau
jangan-jangan Ketua Dewan dan Anggotanya telah keenakan dengan gaya cinta 1
malam dengan Eksekutif sehingga lupa dengan 1001 persoalan rakyat halteng yang
kompleks ini. kami butuh terubosan yang nyata bukan janji-janji Bu Dewan dan
Pak Dewan.Yakusa. Wawlahualam
Pernah dimuat di media informasi IKEMAP HALTENG
Yogyakarta
dan Blog PATANI INSTITUT
dan Blog PATANI INSTITUT
EmoticonEmoticon