![]() |
ian |
Aku: "Senang, bisa melihatmu
dengan kerudung putih itu!" Ramadhan telah tiba, Aku masih di negeri
orang. Tak seperti lembar semula aktivitas menyambut bulan puasa ini. Kini
hidangan pertama segera disiapkan. Aku
dan teman-teman kos berbelanja di tetangga sebelah, membeli kue harian puasa
buatan bibi Ross, biasa kami memanggilnya. Palita, Dalampa, dan sedikit es-buah
untuk mendinginkan tenggorokan yang sehari penuh menjadi kering dan panas. Doa
berbuka puasa sudah terdengar di corong Mesjid, kami pun segera berbuka dengan
hati penuh gembira.
Setelah itu, diiringi shalat
magrhrib. Setelah usai shalat maghrib, Aku kembali ke kosan memenuhi hajatan
makanan yang disiapkan kak Biba. Kennyang dan nikmat setelah kulahap. Sudah
itu, sering Aku mendengar cerita dari para senior-ku dikampus, tentang nasib
Mahasiswa pada waktu ramadhan saat tak sempat Pulkam, alias pulang-kampung.
kini aku mengalaminya. Rasanya
begitu merindu suasana kampungku. Disana, Ibu dan Ayahku pasti telah
memberes-bereskan rumah. Tentu Ibuku akan menyuruh Ayah memindahkan meja makan
ke tempat lain, begitu juga lemari di kamar, rak piring, pot bunga di teras
rumah, karena Ibu tak mau kalah dengan tetangga lainya. Warna cat rumah juga
sudah diganti, dari putih beralih warna ping.
Kupikir, Ayah agak lebay memilih
warna itu. Kayu bakar juga akan bertumpuk di belakang rumah. Tapi semua itu
terasa ganjil tanpa campurtanganku. "Yah...! Begitulah" resahku.
Untuk mengingatkanku suasana dikampung, Aku sengaja membawa sejadah yang sering
kupakai saat shalat terawih dikampung, untuk menemani terawihku disini. Aku
kembali berlangkah ke mesjid dengan perut yang diisi full.
Aku melewati sebuah lorong setapak
saat menuju mesjid. Karena lebih awal berjalan ke mesjid, lorong ini tampak
sepih. Tapi ada seseorang yang mendahuluiku, dengan memakai mutna putih,
langkahnya pelan, sendal jepit yang dipakainya juga bersih, pasti baru disikat
saat mandi. Aku tidak berniat mendahuluinya, dia juga tidak pernah melirik ke
belakang. Kuperhatikan! Mengikutinya, ada saat rentakan kaki kami menjadi sama
saat sendal mengikis setapak, perlahan tapi pasti, akhirnya tiba di messjid.
Aku tak mengenalnya, karena tidak ada pertarungan tatapan diantara kami. Shalat
terawih dimulai dan berakhir setelah imam melafalkan surah terakhir.
Segera ku-kurung niat puasa saat
kuletakkan jidatku di atas gambar mesjid di sejadah. Aku kembali pulang, dan
pulangku belakangan, tentu juga sepih. Tapi ada lagi seseorang mendahuluiku, si
mutna putih, iya dia lagi. Aku masih menghafal gerakan tubuhnya yang sudah
terekam dalam ingatanku. Tapi kali ini aku berniat berani mendahuluinya.
Setelah hampir melewati tubuhnya, Aku mencium bauh minyak kasturi 'love sara',
wanita ini tampak harum. Dan segera kulewati dia. Seperti tak menghiraukan
apa-apa, cuek, dan nggak PD, alias percaya diri.
Sebuah dugaanku memvonis, berharap
Si Mutna putih itu bisa menegurku, apapun itu, asalkan ada tanda Ia juga
penasaran padaku. Tiba-Tiba suara; "HM...." Bukan, itu bukan suara
batuk, suara itu sering kutulis jika mengirim pesan kepada seorang wanita, dan
tentunya suara itu bermaksud. Tapi ini adalah awal, sehingga masih sulit
diterjemahkan. Sekitar tiga meter Aku mendahuluinya tiba-tiba;
"HM...." Dua kali sudah kudengar. Langkahku mulai pelan.
"Rian...!" Apa? Dia memanggil namaku. Sialan! Siapa dia. Langsung
ku-balik kehadapannya. Aku berhenti. Dia tersenyum sinis melihat ke-anehanku.
Tapi aneh, Aku belum pernah melihatnya, apalagi mengenalnya, kenapa dia bisa
tahu namaku? "KAMU RIAN KAN?" Senyumnya hebat, luar biasa, hingga tak
mampuh kugambarkan lewat tulisan ini. Bola matanya bersih, beralis tipis.
Kubayangkan; kulit wajahnya lembut,
jika saja ada kotoran yang mengenai lesum pipinya, pasti takan berani menempel
dan membekas. Itulah dia.! "IA AKU RIAN" Aku merespon obrolannya.
"KAMU PASTI BINGUNG, KENAPA AKU BISA MENGENALMU" "IYA" Aku
hanya menganga, diam, kekuatan wajahnya masih menghipnotisku. Aku mulai percaya
diri, kutanya dia. "DARI MANA KAMU TAHU NAMAKU?" "AKU ROSITA,
KITA TEMANAN DI FACEBOOK" "OH....GITU, ya.." (BAGITUE....yes..
yes....!) Bisik-ku dihati. "AKU SERING MEMBACA STATUSMU DI FB. MENARIK,
LUGAS, DAN SIMPEL. TAPI AKU PENASARAN, TULISAN 'perempuan di awal puasa' DI
STATUSMU ITU MAKSUDNYA APA SIH?" "OH... ITU, YA... AKU HANYA MENULIS
ITU, TIBA-TIBA ADA DALAM PIKIRANKU DAN KUTULIS, ITU SAJA" (ada de...!)
Igauanku dalam hati. "GITU YA, KALU GITU AKU DULUAN YA..." "IYA,
HATI-HATI...!" Rosita kemudian berjalan pulang. Aku terus menatapnya. Dan
akhirnya ada satu tanda yang bisa kuterjemahkan. Dia berpaling lagi melirikku
ke belakang.
Aku mengingat kata-kata paman Mo,
"wanita kalau sudah berjalan dan menengok lagi kehadapan kita, itulah
benih-benih cinta mulai tumbuh" Aku sedikit percaya, dan akan
kupertanyakan!
***
Esok telah tiba setelah menelan satu potongan
dada ayam semalam, sahurku. Jam 10 tepat aku bangun. Tapi dari sekian banyak
aktivitas semalam, ingatanku di prioritaskan pada si Mutna Putih, Rosita. Masih
tertinggal baunya disini, di dadaku. Selesai mandi aku harus pergi ke kampus,
memenuhi hajatan mata kuliah yang di ulur hingga puasa ini. Para mahasiswa baru
sibuk mendaftarkan diri. Senang! Saat aku beristirahat di tempat duduk dekat
kantin, Aku melihat Rosita dan teman-temannya sembari jalan dan ingin pulang.
Dengan berani Aku langsung
menegurnya; "SITA...!" Dia melihatku, cepat sekali respon matanya
mendengar suaraku. Langsung dia duduk di dekat tas sampingku. "HEI
RIAN!" "IYA SITA, MAU PULANG?" "IYA, TAPI MAU SINGGA,"
"DIMANA?" "DI SAMPINGMU" Mutna putih semalam, berubah merah
merona kerudungnya kini. "H...M..." (Batuk yang sengaja kutampilkan)
"RIAN?" "APA?" "AKU, AKU INGIN OBROLAN KITA MERDU
SEPERTI PUISI-PUISIMU DI FACEBOOK, SAAT INI .!" Rupanya dia begitu
menghayati kata-kataku di fb. "KALAU GITU, KAMU YANG BERMULA.!" Maka
obrolan dimulai, Aku dan Rosita ibarat ber-adegan di latar tempat duduk ini.
Dengan penontonnya kami, sutradaranya, aktor, dan film diluncurkan! "Di
bulan sunyi dosa dan setan ini, Aku melihat ada noda di matamu, noda itu
menggangguku, mencuriku, menjangkau segalah hasrat yang ingin kau lepaskan
untukku" Kukira 'Maria Dermout' pendongeng zaman belanda sudah tiada,
ternyata Rosita menjelmanya.
Aku pun memulai, membalas suara
yang mengalir ini. "Suara sendal jepit dan matamu dibanjiri tanda tanya,
aku bingung menentukan arah tanya itu, tapi satu! Satu keadaan, adalah hati
yang berbicara dan membuatmu menengok lagi ke belakang" "I LOVE YOU
RIAN...!" Benarkah? Rosita mendagangkan perasaanya padaku? Baiklah,
keadaan ini aku tidak akan panjang lebar bahagianya. "TERIMA KA
SIH, AKU
TERIMA!" "KALAU BEGITU, NANTI SORE AKU DAN KAMU BATAL PUASA DI TAMAN
NUKILA" "INSYA ALLAH...." Sungguh ini bukan mimpi! Tapi ini
rezeki ramadhan, hehehe...
***
Buka puasa di taman nukila memang
praktis, semua menu makanan khas maluku utara ini membuat pengunjung di daerah
lain tak kala ingin menjadikanya menu buka puasa. Taman ini berada di tengah
keramaian kota ternate. Tepat dipinggiran pantai letaknya. Aneka pemandangan
indah dapat disaksikan. Di sebelah kanan taman terdapat mesjid raya, 'Mesjid
AL-munawar'. Jika ingin berkunjung dan menikmati buka puasa disini, tak perlu
saku celana terisi banyak. Selain jangkauanya yang dekat, juga harga
transportasi yang murah menjadikan taman ini tak pernah sunyi dihuni. Aku dan
Rosita melihat dan menikmatinya. Ditambah lembar baruku di bulan puasa ini
merupakan satu batu loncatan kebahagiaan karena Rosita telah menjadi pemilik
hatiku. Kami pun berbuka puasa dengan menu yang beraneka ragam, ditambah menu
baru yang terpatri di hati, menu cinta namanya.
Penulis Adalah Mahasiswa Sastra
Indonesia Di Universitas
Khairun Ternate Maluku Utara
Khairun Ternate Maluku Utara
EmoticonEmoticon